Jumat, 04 Oktober 2019

Kebahagiaan


Hari sudah malam. Semua orang sudah tertidur lelap dan mengarungi mimpinya masing-masing. Rudi masih bermain dengan ponsel pintarnya, dia tidak sadar bahwa hari telah malam. Dia sudah bermain dengan ponselnya itu dari pagi sampai saat ini. Yang dia lakukan hanya melihat hal-hal yang ada di sosial medianya. Hanya dengan begitu ia sudah merasa senang.
"Terimakasih, teknologi. Karena kau aku bisa merasa senang, aku juga cinta dengan internet yang membuatmu sempurna," katanya tiba-tiba.
Tiba-tiba jendela kamarnya terbuka dengan keras sampai menimbulkan suara. Seorang malaikat muncul dari luar jendela itu, dia menunjuk ke arah Rudi sambil mengisyaratkan untuk mendekat. Rudi dengan ragu mendekati malaikat itu, dia tidak sadar dengan apa yang ia lakukan.
"Kau suka dengan teknologi modern seperti di tanganmu itu kan, kau suka dengan yang kau sebut internet kan? Mari ku ajak kau jalan-jalan."
Rudi hanya mengiyakan saja tanpa tahu maksudnya. Malaikat itu merangkulnya dan terbang ke langit. Rudi hanya diam saja, dia yakin ini bukan mimpi. Malaikat membawanya terbang jauh dari rumahnya. Mereka sampai di sisi kota yang masih ramai. Lalu malaikat itu berhenti di langit dan mulai bertanya pada Rudi.
"Apa yang kau suka dari teknologi itu?"
"Aku bisa melihat banyak artis terkenal yang kusuka dengan mudah, mereka juga dapat muncul dengan mudah karena teknologi."
Lalu malaikat menunjuk pada sebuah jendela apartemen. Dapat terlihat dari balik jendela itu seorang laki-laki yang terduduk lemas di kursi. Laki-laki itu adalah salah satu artis yang Rudi kagumi, ia terkenal dengan menolak mengonsumsi narkoba dan hidup optimis. Namun dapat terlihat dia sedang menyuntikkan sesuatu pada lengannya sambil tertawa sendiri. Rudi tak percaya dengan apa yang ia lihat, lalu malaikat mulai bicara lagi.
"Itu salah satu dari banyak orang yang kau kagumi bukan? Kau mengenalnya dari yang kau sebut internet, kau mengenalnya dari teknologi. Apa kau tak pernah berpikir dia berbohong padamu tentang kehidupannya? Kau malah memuji teknologi karena sudah memperkenalkannya, sekarang lihat betapa negatifnya dia."
"Dia juga manusia, pasti bisa berbuat kesalahan! Kami semua begitu."
"Ya, memang. Begitu juga dengan perkataanya yang kau puja itu. Kemarin kau memujanya, sekarang kau membantahku dan memujanya lagi, lakukan saja hal itu sampai kau mati."
Rudi hanya terdiam, sementara malaikat mulai terbang lagi menuju ke tempat yang lainnya. Tampak banyak kendaraan yang berlalu-lalang di bawah mereka. Banyak layar besar menampilkan produk yang diiklankan, bercahaya menerangi malam. Beberapa saat kemudian malaikat berhenti di depan sebuah gedung. Gedung itu adalah sebuah rumah susun yang padat penduduk.
"Katakanlah lagi apa yang kau suka dari teknologi."
"Aku bisa mendapat apapun dengan mudah hanya dengan menekan layar di ponselku."
Lalu malaikat menunjuk pada sebuah jendela pada gedung itu. Terlihat seorang wanita sedang memasuki ruangan dengan muka lesu. Wanita itu membawa sebuah kotak ditangannya. Kemudian wanita itu menghidupkan pendingin ruangan sambil mencari gunting untuk membuka kotak itu. Dia mengeluarkan sepasang sepatu dari kotak iti dan memakainya, sepatu itu terlihat cocok dikakinya. Namun tidak ada senyum pada wajahnya, dia malah berlalu sambil menghidupkan ponsel pintarnya.
"Kau lihat itu? Itu dampak dari teknologi modern," kata malaikat itu tiba-tiba. "Semuanya menjadi lebih mudah, semuanya menjadi lebih mudah digapai."
"Bukankah itu bagus kalau semuanya mudah didapat, malah aneh jika berpikir itu buruk," kata Rudi membantah malaikat.
"Ya, dan semua itu membuat kalian tidak bersyukur, semua itu menjadi terlalu mudah, kalian semua jadi tidak dapat menemukan kebahagiaan dibaliknya. Wanita itu sampai rumahnya dengan kendaraan yang ia pesan dari alat yang disebut ponsel pintar, membuatnya tidak bisa menikmati rasa senang saat sampai pada rumahnya karena ia tidak banyak berusaha untuk kembali kerumahnya."
"Dan lihat kotak yang ia terima. Dia mendapatkannya hanya dengan menekan alat yang disebut ponsel itu, walaupun isinya sesuai dengannya dia hanya merasa biasa saja. Itu karena dia tak merasakan perjuangannya."
"Tidak mungkin dia tidak senang, pasti dia senang barang yang dia terima sesuai dengan keinginannya," bantah Rudi lagi.
"Apa kau tak tahu yang namanya kejenuhan? Awalnya ia senang, tapi lihat sekarang," Rudi hanya diam menatap wanita itu menyisihkan sepatu barunya, tampak tak peduli. "Lagipula tidak ada yang tahu keinginannya," kata malaikat sambil terbang pergi.
Malaikat terus terbang menjauh menyusuri gedung-gedung tinggi. Sampai pada sebuah jalan yang ramai dia berhenti dan bertanya pada Rudi lagi.
"Sekarang katakan lagi apa yang kau suka dari teknologi itu."
"Karena teknologi modern kami manusia dapat berkomunikasi dengan lebih baik, aku bisa kenal dengan orang yang tinggal jauh dariku."
Lalu malaikat menunjuk pada orang-orang yang berlalu-lalang yang fokus pada ponsel masing-masing.
"Hanya dengan kejadian seperti itu kau tak bisa merubahku," kata Rudi pada malaikat.
"Ya, aku tahu itu. Sekarang coba lihatlah lagi." Malaikat menunjuk pada seorang gelandangan di tengah keramaian itu. Dia tampak kedinginan dan kelaparan, dia meminta-minta makanan pada orang yang lewat, namun tak ada yang menghiraukannya.
"Kau bilang teknologi itu bisa membuat kalian berkomunikasi lebih baik, tapi lihatlah sendiri kejadian ini. Gelandangan itu sudah meminta pertolongan pada kalian yang mampu, tapi kalian tidak ada yang mendengarkan, kalian malah sibuk berkomunikasi dengan siapa entah dimana, dengan apa dan untuk apa. Lalu apa gunanya komunikasi itu semua jika yang dekat tidak dihiraukan."
"Kami juga bisa berbagi hal itu juga di internet agar orang-orang tahu akan keberadaanya, apa kau lupa akan itu wahai malaikat?"
"Ya, dan kalian akan menuliskan doa untuknya. Lalu apa hubungannya semua itu dengan dirinya. Gelandangan itu tetap tak tertolong, karena bukan tuhan yang dengar doa kalian tapi sesama kalian yang tahu doa kosong kalian."
Lalu malaikat terbang lagi. Rudi yang berada di antara lengannya hanya bisa diam memikirkan semua yang malaikat katakan. Malaikat terbang dengan cepat melewati semua kejadian yang mereka saksikan. Si wanita masih terjaga dengan teleponnya. Si artis terbaring lemah dikasur mahalnya. Dan tidak ada yang tahu dengan nasib si gelandangan.
"Sekarang tidurlah," kata malaikat saat mereka sudah kembali di kamar Rudi.
"Bagaimana aku bisa tidur setelah kau perlihatkan semua itu. Kau tahu aku hanya bahagia dari benda yang dinamakan ponsel pintar itu."
"Kau hanya tidak sadar saja, kau harusnya bisa mengambil sesuatu dari kisah ini. Aku tak akan mengatakan apa-apa soal itu, biar kau cari sendiri agar kau bisa mengakhiri semua ini."
"Tunggu, jadi apa maksutmu?"
"Barangkali kau belum sadar atau barangkali kau belum tahu bahwa semua ini disebut cerita pendek," malaikat terbang keluar melalui jendela. Terbang tinggi dan hilang diantara cahara remang bulan purnama.
Tamat

Tidak ada komentar:

Posting Komentar